Monday, May 22, 2006

Bonar, Terry, Oswin and Osbert are crying for help



Namanya Terry. Perawakannya yang mungil memudahkannya gesit berlari ke sana- ke sini. Awalnya saya tertipu dengan wajahnya yang ke”bule-bule”an. Ia bilang ia orang Batak, “Silalahi,” katanya menyebut marga keluarga besarnya. Dan, ia juga menikah dengan seorang Siahaan.

Terry ibu 2 anak, Oswin dan Osbert. Oswin saat ini berumur 2 ½ tahun, sementara Osbert belum lama ini, merayakan ulangtahunnya yang pertama.

Aku tahu nama Terry dan Oswin dari persekutuan doa kantorku. Tiap Rabu, nama ibu dan anak ini disebut dalam doa kami. Oswin sakit, itu yang kudengar, dan sakitnya serius.

Terry bukan orangtua yang memaksa anaknya untuk harus bisa ini dan itu. Karena itu ketika Oswin belum juga bisa duduk di usia tujuh bulannya, Terry dan suaminya, Bonar tidak terlalu kuatir. Tetapi, karena beberapa bulan kemudian tidak ada perkembangan juga, mereka pun membawanya ke pediatric neurologist (dokter anak yang mendalami neurologi) dan fisioterapis. Mulai ada perkembangan sejak saat itu. Sementara itu Terry mendapati dirinya hamil lagi.

Suatu pagi, bayi Oswin kejang-kejang. Tangan dan kaki kanannya kejang tanpa henti selama 90 menit. Karena Oswin tidak demam, Terry, yang tidak menyadari anaknya sedang mengalami serangan, tetap memberinya makan dan minum selama masa-masa kejang itu. Oswin makan dengan baik waktu itu. Lalu Terry dan suami membawa Oswin ke pediatric neurologist lain dan setelah di-EEG, dokter tidak menemukan kelainan.

Merasa perlu mencari opini lain di luar Indonesia, kedua orangtua ini lalu mencoba mencari second opinion ke sebuah rumah sakit di Penang, Malaysia. Terry sedang hamil 7 bulan waktu itu. Dokter di sana, setelah melakukan tes MRI, lagi-lagi tidak menemukan masalah apa pun, kecuali Oswin ternyata mengalami gangguan penglihatan, minus 4 dan 4,5.

Empat bulan setelah serangan pertama itu, barulah General Hospital Penang menemukan beberapa kelainan pada aktivitas otak Oswin. Oswin didiagnosa menderita epilepsi berat. Sejak saat itu, perjalan hidup Oswin menjadi sangat rumit, jauh lebih rumit dibanding anak-anak seusianya. Kemunduran demi kemunduran dalam tumbuh kembangnya mulai terjadi. Oswin yang tadinya sudah mulai bisa duduk, kehilangan kemampuan itu. Oswin sempat 2 kali masuk ICU rumah sakit di Jakarta, antara bulan April-Agustus 2005, karena infeksi paru-paru dan sesak napas. Oswin harus diinfus agar tetap menerima asupan makanan dan minuman.

“Oswin itu anak manis. Anak baik, tidak pernah menyusahkan. Kamu harus ketemu dia,” tutur Terry padaku suatu hari. Matanya tampak merebak, mengingat si kecil di rumah.

Osbert lahir saat orangtuanya sedang berjuang demi kesembuhan si kakak. Atas anjuran seorang dokter kenalan adik perempuan Terry yang tinggal di Australia, Terry pun mengirimkan rambut Oswin untuk dianalisa. Tiga minggu kemudian, hasil analisa keluar. Terdeteksi bahwa Oswin keracunan logam berat, Hg- Mercury, Pb- Timbal and Cd- Cadmium.

Terhenyak dengan hasil lab itu, Terry pun mencoba mengirim rambut Osbert, putra keduanya yang belum bisa membalik-balikkan badannya di usia ke-6 bulan. Hasilnya sungguh membuat Terry terpukul, hasil lab Osbert serupa dengan kakaknya. Padahal ketika lahir, baik Oswin maupun Osbert, nilai APGAR-nya 9 dari 10.

Kemudian, Terry dan Bonar membawa Osbert untuk diperiksakan. Kali ini mereka ke National University Hospital di Singapura. Pediatric neurologist melakukan beberapa tes dan kebanyakan hasilnya baik. Tapi, hasil EEG menunjukkan kelain pada aktivitas otak. Selain itu, dokter juga menemukan bahwa telinga kiri Osbert tidak berfungsi dengan normal.

Oktober 2005, mereka membawa Oswin ke dokter yang memeriksa Osbert di Singapura. Cukup dua tes saja, kata dokter. Hasil EEG menunjukkan ada kelainan pada aktivitas otak Oswin sementara hasil MRI-nya normal.

Berbagai cara mereka tempuh demi kesembuhan sang buah hati. Dalam perjuangan mengusahakan kesembuhan kedua putra tercinta, Terry sempat berkenalan dengan seorang ahli keracunan logam berat. Ahli ini sangat sulit ditemui, bahkan namanya tidak tercantum di buku telepon atas permintaan sang ahli sendiri. Namun akhirnya mereka berhasil menghubunginya. Ahli itu menggunakan metode-metode alternatif dalam penyembuhannya dan untuk itu tarif yang dipasang pun selangit. Saat melakukan beberapa riset pada metode ini, Terry kehilangan minat. Terlalu mistis, dan berlawanan dengan keyakinan yang ia anut.

Bersyukur dan bersyukur. Itu yang menguatkannya. Bersyukur karena Tuhan selalu menyediakan baik materi atau pun peralatan dan obat yang mereka butuhkan untuk mendukung kesembuhan anak-anaknya. Terry adalah seorang staf pada sebuah yayasan sosial, sementara Bonar sebagai seorang wiraswasta, tidaklah berkelimpahan secara materi. Doa, dan pelukan dari teman-temannya menjadi dukungan yang sangat menguatkan baginya ketika sedang tertekan.

“Saya pernah bertemu anak yang sakit berat dari keluarga sederhana. Anak itu dibiarkan begitu saja oleh orangtuanya, karena mereka memang tidak berdaya. Saya jadi bersyukur karena Oswin walaupun sakit, selalu mendapatkan yang terbaik dan dilimpahi kasih sayang,” cerita Terry.

Terry belum ini pulang dari Singapura untuk check-up kedua putranya. Hasilnya:

1. Oswin tidak mengalami kemajuan sama sekali dari tiga bulan lalu. Terakhir bertemu, dokter mengatakan perkembangan Oswin sama seperti bayi yang baru lahir.
2. Osbert mengalami penurunan. Baru-baru ini Osbert mengalami beberapa serangan kejang. Kadang-kadang mereka harus memasukkan stesolyd ke dalam anusnya.
3. Ada perkembangan pada telinga kiri Osbert dan pendengarannya normal
4. Osbert, sama seperti kakaknya, harus mengenakan kacamata (minus 5 untuk ke-2 mata). Sementara Oswin minus 6 dan 6,5.

Terry dan Bonar mulai putus asa. Mereka ingin melakukan apa pun untuk anak-anak ini. Mereka bahkan saat ini sedang mempersiapkan diri menghadapi beberapa kemungkinan yang akan terjadi:

1. Mereka ingin anak-anak mereka sembuh, tumbuh, berkembang dan menikmati hidup seperti anak-anak lain. Mereka sangat butuh informasi tentang obat, pengobatan, dokter, apa pun juga.
2. Jika anak-anak ini ternyata tidak punya kemungkinan untuk sembuh, mereka ingin tahu bagaimana caranya agar Oswin dan Osbert tetap mendapat pendidikan yang baik, agar mereka bisa hidup bermartabat. Sayangnya di Indonesia belum ada fasilitas untuk anak-anak yang punya different ability seperti ini.
3. Jika tidak ada yang bisa dilakukan lagi, dan anak-anak ini cepat atau lambat akan meninggal, mereka ingin tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Mereka belum pernah bertemu dengan orangtua lain yang punya kasus serupa dengan mereka. Jika ini kasus yang unik, mereka ingin berkontribusi pada dunia kesehatan.

”Sebagai manusia, kami terbatas. Namun kami percaya, Tuhan menciptakan anak-anak kami untuk suatu alasan. May His will be done and our children lives be useful for others,” tulis Terry di akhir emailnya yang ia kirimkan pada saya sebulan lalu.

Terry pernah membawa Oswin dan Osbert ke kantor, usai menemui terapis. Pemandangan yang memilukan hati, melihat dua anak cakep itu terkulai tak berdaya sambil dibopong Terry dan saudaranya. Dua-duanya mengenakan kacamata dan Oswin tampak mengenakan selang di hidungnya. Tiba-tiba aku ingat anakku Joel, yang berumur 2 tahun dan sedang aktif-aktifnya lari ke sana dan ke sini.

Waktu itu, kuelus kepala Osbert, “Kamu mirip sekali sama mommy-mu.” Osbert tidak bereaksi apa-apa. Terry tersenyum. Saat mereka berlalu, aku bergumam, “Cepat sembuh ya, Oswin, Osbert.”

Please, please, jika ada yang tahu info tentang penyakit seperti ini, hubungi saya agar saya bisa meneruskannya pada Terry.





2 comments :

  1. hiksssssssssss gak bisa bantu mbak tapi aku jadi sedih sekali....hanya doa yang bisa aku panjatkan...Ya Tuhan semoga engkau mengangkatpenderitaan anak anak yang tidak bersalah itu... btw kok bisa keracunan logam berat??? gaya hidupkah????

    ReplyDelete
  2. hm... kebetulan aku lagi nulis karya tulis populer menyinggung tentang keracunan ini... ak cuma tau sekilas katanya si ada terapi pemisahan timbal dari darah untuk ngobati keracunan kayak gini di Prancis tapi harganya sangat mahal. Timbal ini dapat ditemukan di semua bahan bakar kendaraan(cuman sekarang uda ada yang tanpa timbal), cat, dan kerai jendela. Dan yang paling mengejutkan, timbal pernah di temukan oleh Lembaga Konsumen Malaysia di dalam perangkat gambar seperti krayon dan pastel.

    ReplyDelete