Friday, August 30, 2013

Manci Belajar Bertukang

Setelah kursus bahasa Inggris yang tidak terlalu sukses, Manci memutuskan untuk belajar bertukang. Dalam hatinya memang masih tersimpan geram terhadap Saudagar Dalimunthe Galigul yang dianggapnya telah melecehkan seleranya.

Singkat cerita, Manci berhasil mendapatkan tempat kursus bertukang lewat surat di ibukota. Dua minggu sekali, Manci memposkan foto hasil karya tangannya kepada Tuan Sinismas di kota Pansulavi. Pansulavi itu mentereng, mimpi bagi setiap mereka yang tinggal di udik. Perihal siapa itu Tuan Sinismas, tak sedikit pun Manci tahu.

Tak terasa selesai sudah kursus bertukang tiga bulan itu. Kini Manci menunggu tanggapan Tuan Sinismas atas karya terakhirnya, yang baginya adalah mahakarya terbesarnya.


"Bagus sekali kan meja buatanku ini, Hilde? Kuberi nama rainbow table!" bangga Manci.
Hilde si pembantu setia diplomatis menjawab, "Aku tak paham bertukang, Manci.  Hanya, menurutku, mejamu ini seperti buatan keponakanku, Romano, yang sedang suka bertukang."

"Ah, tau apa anak SMP itu tentang bertukang. Lihat hasil karyaku. Ini adalah seni tingkat tinggi. S-E-N-I!"
Hilde mengangguk-angguk tak paham. Biarlah Manci senang, katanya dalam hati, agar tak bikin repot!


Hari bersejarah itu pun tiba. Sebuah amplop coklat besar bertuliskan: Sinismas Handimanus Academy. Manci lulus dengan sedikit catatan yang tak mau Manci beberkan. Tapi untukmu teman, biar kuberitahu rahasia ini. Beginilah kata Tuan Sinismas di suratnya, "Engkau Manci, teruslah belajar agar makin terasah cita rasamu. Mejamu bagus, tapi warnanya membuat mataku sakit."

Tak lama Manci sibuk di belakang rumahnya, menggergaji, mengecat, dan memaku. Keesokan pagi di depan rumahnya sudah terpampang papan nama baru yang membuat geger kota itu.



Dan, seperti apakah mahakarya itu? Ini dia, temanku, semoga kau juga menyukainya.
Mahakarya Manci



4 comments :