“Good morning, Miss.” Jangan terkejut jika disapa seperti ini oleh anak-anak SD Subsidi (SDS) Sibale.

ini bukan murid sekolah internasional. Mereka adalah murid sebuah
sekolah sederhana di pedalaman Kalimantan Barat. Pakaian seragam mereka
kebanyakan memang sudah usang, juga tak sedikit di antara mereka yang
tidak memakai alas kaki, tetapi jangan tanya semangat belajar mereka.
SDS
Sibale yang terletak di desa Sibale, Samalantan, Bengkayang adalah
sebuah sekolah Katolik yang berdiri sejak tahun 1919. Sekolah ini telah
menerapkan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) sejak awal tahun ajaran
2005. Oleh ADP Singkawang - Wahana Visi Indonesia, SDS Sibale diperlengkapi lagi dengan
Sistem PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan) dan
kemudian dijadikan sekolah percontohan.

Suasana ‘beda’ sudah terasa begitu memasuki ruangan kelas. Para siswa
duduk saling berhadapan sesuai kelompok. Kelas pun tampak ‘ramai’ oleh
hasil karya siswa yang ditempel di dinding kelas dan sebagian lagi
digantung pada seutas kawat. Guru jarang berada di depan kelas,
kebanyakan mereka berada di antara muridnya. Kesan guru galak mendadak
sirna begitu bertemu guru SDS Sibale.
Di sekolah yang sebagian besar muridnya adalah anak santun ADP,
siswa-siswanya terlihat bersemangat untuk belajar. Saat ditemui, siswa kelas rendah sedang turun main. Mereka bermain
dengan gembira di lapangan sementara anak-anak yang lebih besar
belajar. Ada kelas yang tetap berada di dalam ruangan, ada juga kelas
yang didampingi seorang guru, belajar di pendopo yang dibangun oleh
ADP. Anak-anak ini duduk santai di lantai, mereka terlihat sangat
menikmati proses belajar-mengajar ini. Kadang-kadang mereka juga
belajar langsung di alam terbuka, sambil memotong rumput bersama sang
guru membagikan ilmu pada murid-muridnya.

mengikuti studi banding di Probolinggo Jawa Timur beberapa waktu lalu
untuk diperlengkapi tentang KBK yang mengacu pada standar UNICEF.
Dengan dukungan guru-guru yang dipimpinnya, Sarimin yang asli Yoya ini
segera menerapkan ilmu yang telah ia dapat.
Diakui oleh Sarimin, peran ADP sangat besar, “ADP sangat memperhatikan
kualitas pendidikan. ADP mengusahakan materi pelajaran yang tidak
ketinggalan jaman, buku paket, alat tulis, bangku dan meja untuk kami.
Kami juga mendapat tambahan 2 guru honor yang biayanya dibantu oleh
ADP. Kalau tidak ada dukungan ADP, tidak tahu bagaimana nasib
kami di pedalaman ini.”
Pria yang gemar melukis ini juga tak sungkan menghias ruang guru dengan
lukisan-lukisan hasil karyanya. Para guru juga didorong untuk dapat
mengembangkan kreatifitas mereka. Ruangan guru pun jadi meriah oleh
tempelan-tempelan berisi kata-kata motivasi. Pendek kata, Sarimin
berusaha menciptakan suasana sekolah yang menyenangkan. Sarimin yang
telah menjadi guru sejak 1971 sangat berharap ketika ia pensiun 4 tahun
lagi, ia bisa melihat hasil jerih payahnya.
Sekolah ini mendorong para murid untuk gemar membaca dengan program
Membaca Diam. Setiap pagi sebelum pelajaran dimulai anak-anak harus
membaca buku tanpa bersuara. “Rasa ingin tahu mereka begitu tinggi
sampai-sampai buku paket dibaca habis. Bukan hal yang aneh melihat
anak-anak membaca buku pada jam-jam istirahat.” tutur Sarimin.

daftar absennya sendiri. Mereka juga harus merawat alat tulis yang
diberi oleh ADP. Pensil misalnya, tidak boleh dibawa pulang.
Pensil-pensil tersebut ditaruh di tengah meja saat sedang belajar dan
kemudian dikumpulkan dan disimpan lagi seusai sekolah. “Belum pernah
saya merima laporan ada pensil yang hilang,” ucap Sarimin bangga.
Salah seorang anak santun, Rini Maria (12) menceritakan kegembiraannya
bersekolah,”Senang sekolah di sini. Guru-guru tidak pernah menghukum.”
Rini yang berayahkan seorang petani ini telah menjadi anak santun sejak
tahun 2002 dan mendapat bantuan berupa satu stel seragam sekolah, buku,
balpen, pensil dan bantuan obat-obatan dari ADP.
Uniknya, setiap kali ada pembagian bingkisan alat tulis dari ADP, murid
yang bukan anak santun pun mendapat bagian walau tidak selengkap bagian
anak santun. “Hal ini dilakukan supaya tidak ada kecemburuan di antara
mereka. Anak santun telah menjadi berkat bagi teman mereka yang bukan
anak santun,” ungkap Thomas Arief Setyoso, manager ADP Singkawang.
“Kami punya tekad tiap anak harus punya kesempatan untuk sekolah.
Meskipun program pendampingan hanya untuk pendidikan dasar, tetapi bila
ada anak santun yang ingin melanjutkan ke jenjang lebih tinggi, akan
tetap kami dampingi,” tambahnya lagi. *(naskah&foto:DSP)
No comments :
Post a Comment