Friday, February 23, 2007

Di Perempatan Grogol Sore Itu

Tulisan ini dibuat sudah agak lama, waktu saya masih jadi staf sebuah LSM anak. Sekarang saya bekerja di rumah.


 


(Catatan pinggir jalan 2006)


 


Lebih baik kami mengamen


Daripada kami merampok


Lemparkan cepek, Om


Lemparkan gopek, Tante


 


Emi berjalan sigap, menghampiri deretan mobil yang terhenti karena lampu merah. Gadis kecil berumur sekitar sepuluh tahun itu berhenti di samping sebuah taksi berwarna biru, menepuk-nepukkan tangannya sambil menggumamkan nyanyian tak jelas. Dari balik kaca, sebuah tangan terangkat. Tahu diri, Emi lantas menjauh mencari calon customer lain.


Tiap sore, sepulang sekolah Emi dan adik laki-lakinya, Yanto, ngamen di perempatan Grogol. Kadang mereka duet, kadang bersolo karir. Kadang mereka acapella, kadang membawa gitar atau ukulele yang mereka sewa seharga beberapa ratus rupiah.


Ayah dan ibu Emi, duduk mengawasi di trotoar dekat pos polisi. Tak ada rasa kuatir membayang di wajah mereka. Sang ibu malah sempat memarahi Menuk, gadis kecil manis berkulit langsat yang lebih memilih membuntuti saya daripada mencari uang.


Entah siapa yang pertama kali menyebut anak-anak ini dengan istilah anak jalanan. Bukan panggilan yang bagus, saya sendiri pasti tidak suka jika dipanggil seperti itu. Jika bisa memilih, anak-anak ini juga ingin bersekolah, bermain, bermanja, layaknya anak-anak seusia mereka.


“Saya mau sekolah,” cetus Joko, yatim piatu putus sekolah yang sudah bertahun-tahun hidup nomaden. Sambil mengunyah ndas ayam yang dibelinya dengan sistem ngebon pada penjual ayam goreng, Joko bercerita tentang hidupnya yang dikejar-kejar Tramtib.


Sebenarnya Joko punya ibu tiri. Tak tahan dengan perlakuan sang ibu tiri, Joko melarikan diri dari rumah beberapa tahun lalu. Ia lalu menjalani kehidupan keras kaum urban  kota Jakarta. Ngelem, dipukul, dipalak, bukan lagi hal baru baginya.


Saya mencoba mengabadikan momen sore ini dengan kamera saya. Saat teman-teman kecil saya beraksi, saya pun sibuk mencari angle terbaik. Sungguh pekerjaan yang sulit dan berbahaya. Saya tidak bisa leluasa memotret karena harus berhati-hati agar tidak tertabrak kendaraan-kendaraan yang lewat.


“Kira-kira tiga puluh ribu,” cerita Joko, soal pendapatan hariannya. Itu berarti, Joko bisa memperoleh 900 ribu rupiah sebulan, angka yang fantastis. Tak jauh beda bahkan bisa dibilang setara dengan gaji mereka yang mengenyam pendidikan tinggi Tak heran jika anak-anak ini terus berada di jalan, menghampiri mobil demi mobil, motor demi motor, bajaj demi bajaj, mengumpulkan receh pemberian para dermawan.


Johan, relawan yang mengantar saya sore itu, memberi tahu saya di Jakarta Barat saja ada sekitar 5.000 anak jalanan, dengan konsentrasi terbesar di perempatan Tomang. Bayangkan berapa uang yang dihasilkan di jalanan jika rata-rata anak mendapat dua puluh ribu sehari. Sayangnya, mereka harus membayarnya dengan keceriaan masa kanak-kanak mereka. Belum lagi masalah kekerasan dan kesehatan yang kerap menimpa mereka.


Melayani mereka pun bukan tugas yang mudah. Mereka kadang tak sungkan berbohong, bahkan mencuri barang milik relawan yang melayani mereka.


“Saya selalu ingatkan pada teman-teman untuk siap sakit hati. Sekian lama anak-anak ini hidup di jalan, tidak mungkin mereka bisa berubah dalam waktu singkat,” Shuling, salah satu pembina anak dari sekelompok orang-orang yang peduli anak jalanan, bertutur pada saya.


Mengentaskan anak dari jalanan terasa bagai mission: impossible. Satu dibabat, seribu tumbuh. Namun, selalu ada harapan jika ada kemauan. Rekan-rekan ini yakin, dari tiga ratus anak yang mereka layani, setidaknya beberapa puluh anak bisa mereka selamatkan dari ganasnya kehidupan jalanan.


 


(nama disamarkan)

5 comments :

  1. depihhhh >:D<
    kerja di rumah yah sekarang? pantes udah jarang ol

    ReplyDelete
  2. wah depih .. enak bener kerja dari rumah ...

    ReplyDelete
  3. kalo aku yang begini ini harus ditangani dengan tangan besi
    karena sebenarnya sikap yang plin plan malah menyuburkan ketidak disiplinan boo masalahnya kan ada cara lain untuk beramal dan berbuat baik... kalo dibiarkan aja bakalan tambah kacau tuh jakarta, juga pemukiman liar diijinkan numpang malah jadi bumerang mau di gusur minta ganti rugi pan aneh

    ReplyDelete