
Tak ada respon. Tiba-tiba macan di dalam diriku terbangun dan mulai mengaum, "Telen, J!"
J, dengan pipi gembung mulut penuh, menatapku tanpa rasa berdosa.
Oh, Tuhan. Tolong.
Aku sudah tahu reputasinya. Aku sudah tahu betapa kadang anak laki-laki berwajah malaikat ini membuat siapa pun yang menyuapinya menjadi kesal setengah mati karena harus menungguinya menelan makanannya. Dan, biasanya itu dia lakukan di suapan-suapan terakhir. Jadi jika tadinya kita sudah merasa senang karena dia makan dengan cepat, jadi kecewa berat karena merasa tertipu dan pengen marah jadinya.
"Cepetaaaaan!" bentakku pada si bocah yang hampir berusia tiga tahun ini. "Kamu mau makan, ga!!?"
Bentakan berisi kemarahan ini kerapkali akhirnya kusesali, karena kutahu kemarahan seperti ini tidak ada manfaatnya, melukai hati kecil anak kita. Tapi masih sering juga aku tak berhasil mengendalikan emosiku.
Bermacam cara sudah kutempuh. Ganti menu, sama saja. Sampai berapa tindakan pendisplinan kulakukan, tak juga ada kemajuan. Beberapa orang mungkin akan menyarankan untuk memberi makan anak sambil nonton atau sambil main. Mmmm.. ini agak bertentangan dengan prinsipku karena ada unsur manipulasi, jadi cara ini tidak pernah kugunakan.
Dia tidak selalu begini. Kadang dia makan cukup cepat, 20-30 menit. Namun, untuk menu yang sama, kali lain dia bisa makan sampai 2 jam. Selera makannya sangat sulit ditebak.
Aku nyaris tidak terlibat dalam proses pembentukan pola makannya. Sepenuhnya ada di tangan pengasuh. Dari umur 4 bulan J belajar makan; jaman itu belum banyak dikampanyekan tentang pemberian makan anak sebaiknya dimulai usia 6 bulan; pengasuhnya yang mengurus, aku tinggal kasih uang. Mungkin inilah kesalahan fatal yang menyebabkan masalah makan pada J.
Jika kaupikir betapa romantisnya bisa tinggal di rumah untuk mengurus anak, seperti inilah realitanya. Masa bulan madu yang manis telah berlalu, tinggal pahit-pahitnya saja, dan ini (masalah makan) cuma salah satunya.
Jadi ingat dengan cerita temanku di kantor dulu, yang bilang berjauhan dengan anak untuk beberapa waktu itu baik, karena tabung kesabarannya jadi tidak cepat habis. (ditambah guilty feeling karena ninggalin anak, lengkap sudah figur Mama yang jarang marah -- tambahku dalam hati).
Hehehehehe.
No comments :
Post a Comment