Monday, January 6, 2014

Malang Trip bag.1


Sejak jadi berlima, mengingat besarnya biaya yang harus dikeluarkan, kami jarang bisa pelesir ke tempat yang jauh (dan baru). Namun, tidak berarti kami harus stop sama sekali menjadi pelancong. Trick-nya tak lain tak bukan adalah mengoptimalkan kunjungan rutin ke Salatiga tiap akhir tahun.
Sudah lama saya ingin ke Jawa Timur, Malang khususnya. Saya selalu suka tempat sejuk dan indah. Jadilah, setelah membujuk sang suami, turun juga izin ke Malang. Maka, atas nama pengiritan tenaga dan uang, saya pesankan tiket kereta api yang berangkat dari Solo. Untuk kelas eksekutif tersedia tiga alternatif: Gajayana (dari Jakarta), Malabar (dari Bandung), dan Malioboro Ekspress/Moleks (dari Jogja). Alkisah, terpilihlah Moleks yang harganya jauh lebih ramah untuk family of five, 130-170rb/org, dan sepuluh persen untuk non-seat. Si bontot yang belum tiga tahun bisa dipesankan tiket infant.

Tiket saya pesan online lewat situs PT KAI. Bukti reservasi ini harus ditukarkan di stasiun KA terdekat, agar mendapat tiket sesungguhnya.

Stasiun Solo Balapan, menjelang pk 23.00, 26 Desember 2013
Moleks berangkat tepat pk. 23.10 dari Stasiun Solo Balapan, dan tiba pk. 05.15 keesokan harinya. Anak-anak bersemangat sekali, karena ini adalah perjalanan pertama mereka dengan kereta.  

AC-nya dingin luar biasa, terasa menyiksa hingga ke tulang untuk saya dan suami, namun tidak demikian dengan para krucil. Tidak butuh waktu lama bagi Kimi dan Chloe untuk segera terlelap setelah menyantap bolu gulung dan mengunyah beberapa kwaci biji bunga matahari. Si sulung Joel yang mencoba bertahan akhirnya menyerah, dan lelap juga hingga pagi. Mungkin mereka  kelelahan, karena sebelumnya kami menghadiri pernikahan seorang kerabat di Solo.

Sebelum mendapat pinjaman selimut
Sudah lama saya tidak melakukan perjalanan jauh dengan kereta api, terkenang dengan masa sekolah di Jogja dulu, tiap libur panjang saya akan naik kereta ke Jakarta, singgah beberapa hari di rumah saudara, dan dilanjutkan dengan perjalanan ke Bangka, entah naik pesawat atau naik kapal laut.

KA langganan saya dulu adalah Senja Utama kelas bisnis (belum mampu beli yang eksekutif), sengaja pilih malam, biar tidak terlalu panas, dan bisa tidur di kereta.
Itu dulu. Sekarang saya ingin anak-anak mengalaminya juga, perjalanan yang santai dan tentu, harus belajar memanajemen rasa bosan. Saya bahkan tidak mau repot-repot membawa iPad. Bosan itu perlu diberikan dalam dosis yang tepat. ;)

Beberapa kali kereta kami berhenti, beberapa nama stasiun sempat terlihat. Madiun, Kediri, Tulungagung, Blitar, wah, rasanya menakjubkan. Selalu ada perasaan istimewa tiap melewati tempat yang belum pernah disinggahi. Belum kujejak, tapi sudah kulintasi.

Good morning, Malang!
Pagi itu kami disambut semburatnya sinar mentari pagi dari balik jendela kereta. Awan yang melingkupi Semeru sungguh indah. Cantik banget kota Malang ini, tidak sabar lagi ingin bertemu.

Sekitar pukul 5 pagi, kereta pun berhenti di stasiun Malang. Stasiunnya tidak besar, mungkin sama dengan Solo Balapan, tidak sebesar stasiun Tugu di Jogja. Stasiunnya lucu, begitu keluar dari gerbang, kita sudah akan langsung berjumpa dengan penjual makanan, tukang becak, angkot, dan lain-lain, tidak ada pagar. 

Persis di luar stasiun Malang

Sahabat saya di Malang, Maria Kristanti, sudah berpesan bahwa suaminya akan datang menjembatani urusan kami dengan pihak rental mobil. Mas Sugiyo Pranoto sudah menanti kami di tempat parkir. Karena ada kesalahpahaman dari pihak rental, akhirnya kami naik taksi ke rumah Sugiyo-Maria. Atas kebaikan hati keluarga ini, kami mendapat tumpangan untuk beristirahat sembari menunggu waktu check-in hotel tiba. Keramahan mereka sungguh jadi berkat bagi rombongan musafir ini. Kami yang tidak punya sanak-saudara di kota ini sungguh terharu mendapat kehangatan sedemikian rupa.

Tak jauh dari rumah Maria, Joel berpose di depan kebun jagung. Gn. Butak & Gn. Kawi di latar belakang.
Joel-Chloe-Grace bermain di pematang sawah. Grace sedang berperan sebagai Maria yang membawa bayi Yesus.
Duo mungil juga tak mau kalah bersosialisasi. Kimi yang tidur dari Solo dan baru terbangun sekitar pk. 9, menyuapi Adik Louie biskuit.

Foto bersama keluarga Sugiyo Pranoto

Sekarang saatnya menjajal kuliner Malang. Saya yang kepingin bakwan, diajak ke Bakwan Subur di daerah Langsep oleh pasangan Maria-Sugiyo. Wah, ngiler liat gorengannya. Semua jenis bakso diberi harga pukul rata, Rp2.000 saja. Murah, karena rasanya sangat pantas. Pampi & Joel pesan jeroan. Saya? Baunya saja sudah bikin menggigil, apalagi harus dimakan. No. O ya, bakwan ini tidak halal.


Pesan langsung di depan gerobak
Jenis gorengannya
Setelah makan di sini, kami mengantar keluarga Sugiyo kembali ke rumah mereka. Kami segera meneruskan perjalanan ke hotel Harris yang letaknya ternyata cukup jauh di pinggiran kota Malang.

Hotelnya sendiri cantik dan minimalis, pas betul dengan selera saya. Jalan menuju hotel agak jauh, karena Hotel Harris terletak dalam sebuah kompleks yang nampaknya elit.
Ah, istirahat dulu. Kami berencana ke Batu Night Spectacular nanti sore.

3 comments :

  1. Aduh, senangnya pergi ke Malang. Kami mungkin baru bisa ke Malang akhir Januari di Tahun baru imlek. Sudah kangen dengan ikan - ikan Koi yang sudah besar - besar di rumah orang tua saya. Bakwan Subur itu favorit kami. Dulu jualannya di depan gereja jalan Ananas. Sekarang sudah pindah dan tambah sukses. Have a nice holiday...

    ReplyDelete
  2. Wuihh....serunyaaa :) *sambil menanti cerita sambungannya

    ReplyDelete
  3. senengnyaaa, aku juga udah lama tidak melakukan perjalanan via KA

    ReplyDelete